Kuasa Hukum Cristalino David Ozora, Mellisa Anggraeni mengaku kaget dan kecewa mendengar tawaran restorative justice dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani untuk penyelesaian kasus penganiayaan yang dilakukan tersangka Mario Dandy Satriyo, anak eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo kepada kliennya.
Pasalnya kata Melissa, saat menjenguk David, Reda Manthovani tak pernah membahas Restorative Justice dengan pihak keluarga David.
"Jadi pada saat Kajati datang mengunjungi membesuk David hanya ada beberapa hal yang disampaikan Kajati, pertama terkait restitusi dari pihak korban, kedua terkait nanti di persidangan," ujar Melissa yang dikutip Mamagini dari YouTube Kompas TV, Sabtu (18/3/2023).
Kajati DKI kata Mellisa sangat tersentuh saat melihat kondisi David yang masih terbaring di ICU RS Mayapada Kuningan.
Bahkan kata Melissa, Reda Manthovani memastikan kasus yang dialami David merupakan penganiayaan berat.
"Kemudian pada saat melihat David, Kajati juga merasa sangat tersentuh dan bahkan sampai menangis dan menyatakan bahwa ini jelas-jelas penganiayaan berat," ungkap dia.
"Tidak ada sama sekali wacana terkait restorative justice sehingga kita juga agak kaget ya ada pernyataan restorative justice saat Kajati turun," sambungnya.
Pihaknya menilai tawaran restorative justice kepada David tak masuk akal. Sebab kata dia, ancaman terhadap kasus penganiayaan berat yakni 12 tahun.
Tawaran restorative justice kata Melissa juga tak elok dan tak berempati kepada korban dan pihak keluarga.
Baca Juga:Modus Lama Korban Baru: Deretan Kasus Penemuan Mayat dalam Koper di Indonesia
"Jadi tidak masuk akal jika terkait perkara penganiayaan berat yang dialami oleh David ini dengan ancaman hingga 12 tahun penjara ada wacana terkait restorative justice," ucap Melissa.
"Apalagi mengingat sudah 25 hari David masih dirawat intensif di ruang ICU RS Mayapada dan belum memiliki kesadaran kualitatif, sehingga tidak elok juga rasanya, tidak sangat berempati kepada pihak keluarga yang mewacanakan restorative justice, apalagi dua pelaku lainnya kan dewasa, tidak sama sekali ada peluang untuk restorative justice," ungkap dia.
Lebih lanjut, Melissa mengatakan pihaknya baru mendengar adanya tawaran restorative justice dari pemberitaan di media massa. Sebab tak pernah ada pembahasan antara Reda Manthovani dan keluarga soal tawaran restorative juctice.
"Saya juga sudah komunikasi dengan ayahnya David dan memang tidak pernah ada pembahasan tentang restorative justice dari jaksa sehingga kita menduga dia menjawab pertanyaan wartawan," tutur Melissa.
Selain itu, Melissa mengingatkan bahwa kasus penganiayaan David tak hanya melibatkan pelaku anak, melainkan orang dewasa yang tidak bisa dilakukan restorative justice.
"Tapi mungkin dari Kajati lupa bahwa pelaku di sini tidak saja hanya anak yang punya peluang restorative justice yang disebut dengan diversi ini kan yang terkait pelaku anak. Kalau terhadap dua pelaku lain ya tidak ada peluang itu," ungkap dia.
Melissa menegaskan bahwa pihaknya tak akan damai terhadap para pelaku penganiayaan David.
"Di sini kita sampaikan saja bahwa terkait restorative justice, apakah terkait dengan pelaku dewasa apalagi yang tidak sama sekali ada peluangnya, kemudian terhadap pelaku anak tentu tidak ada peluang terhadap restorative justice
Ia pun meminta Reda Manthovani untuk mengklarifikasi pernyataannya.
"Kami meminta kepada Kajati untuk segera mengklarifikasikan terkait ini agar tidak sesat pikir dari masyarakat mengenai restorative justice dalam penganiayaan di tindak pidana Pasal 355 ini," katanya.
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manthovani menawarkan restorative justice dalam menyelesaikan kasus penganiayaan David.
Hal itu dikatakan Reda Manthovani, usai menjenguk David di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (16/3/2023). Adapun keputusan tersebut tergantung dari keluarga David.
"Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban. Kalau memang korban tidak menginginkan (RJ), itu proses jalan terus. Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini," ucap Reda dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Tapi, kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya," sambungnya.